Penelitian Tentang Katak Mengantar Umilaela Arifin Mencapai Gelar Doktor di Jerman

Penelitian Tentang Katak Mengantar Umilaela Arifin Mencapai Gelar Doktor di Jerman

(Keterangan foto: Prof. Dr. Alexander Haas bersama Dr. rer. nat. Umilaela Arifin)

Penulis: Annisa Hidayat / Mahasiswi Program Master, Universität Hamburg

Editor: Yanti Mirdayanti

It is odd that we have so little relationship with nature, with the insects and the leaping frog and the owl that hoots among the hills calling for its mate. We never seem to have a feeling for all living things on the earth” – (Jiddu Krishnamurti)  

Banyak jenis hewan yang mungkin jarang terpikirkan oleh banyak orang untuk diteliti. Misalnya, dalam film drama My House in Umbria diceritakan tentang seorang profesor di salah satu universitas di Amerika Serikat, Thomas Riversmith (Chris Cooper) yang berpuluh tahun meneliti semut rangrang merah dan istrinya yang juga berprofesi sebagai profesor meneliti semut rangrang hitam. Pada majalah National Geographic edisi Juni 2015, fotografer Martin Oeggerli meneliti tampilan desain di dalam mata seekor lalat buah. Umilaela, seorang peneliti Indonesia di Jerman, pun memilih meneliti katak Sumatra sebagai fokus studinya untuk mencapai gelar doktornya baru-baru ini. Dalam bahasa Jerman disertasinya  berjudul „Phylogenetische Systematik, Diversität und Biogeographie von Fröschen mit gastromyzophoren Kaulquappen auf Sumatra, Indonesien“ (Bahasa Indonesia: „Sistematika filogenetik, keanekaragaman dan biogeografi katak dengan berudu gastromyzofora di Sumatra, Indonesia“). 

Mencapai gelar doktor di Jerman adalah sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan, namun memberi banyak pengalaman hidup berharga bagi si peneliti. Umilaela Arifin, seorang mahasiswi program S3 di Universität Hamburg telah berhasil mempertahankan ujian disertasinya di hadapan empat orang profesor penguji (termasuk satu profesor pembimbing) untuk mencapai gelar doktor pada 25 Januari 2019 yang lalu. Doktor yang diselesaikan dalam lima tahun itu mendapat dukungan beasiswa studi dari DAAD-IGSP (German Academic Exchange Service–Indonesian German Scholarship Program).dan Merit Scholarship for International Students of University Hamburg, serta dana penelitian dari DFG (Deutsche Forschungsgemeinschaft). Sekitar 40 orang hadir di sebuah ruangan tertutup di Zoologisches Institut – Universitas Hamburg untuk menyaksikan Umilaela mempresentasikan hasil penelitiannya yang cukup unik, yaitu tentang katak Sumatra sebagai fokus penelitian. Mengapa katak Sumatra?

Pada awal presentasi Umilaela terlebih dahulu menjelaskan pulau Sumatra secara geografis, tempat utama ditemukannya berbagai spesies katak yang akan ditelitinya. Paparan Sunda, termasuk di dalamnya adalah Sumatra, dikenal sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati dan spesies endemik yang tinggi. Hal ini diperkirakan karena pengaruh sejarah geologi yang sangat kompleks di wilayah ini, misalnya keberadaan sungai purba pada jaman Pleistosen (dua juta tahun yang lalu). Topik disertasi Umilaela difokuskan untuk mengetahui keberadaan daerah aliran sungai (DAS) purba di Sumatra yang berkaitan erat dengan pola penyebaran spesies katak di pulau ini. Katak dengan tipe berudu gastromyzofora (yang memiliki semacam alat penghisap di bagian perutnya) dipilih karena penyebarannya yang luas di Sumatra dan fase larvanya sangat bergantung pada habitat sungai berarus deras. Hasil penelitian yang dilakukan Umilaela dengan metode integrative taxonomy membuktikan bahwa katak dengan tipe berudu unik ini memiliki keanekaragaman spesies yang lebih banyak daripada yang diketahui saat ini. Satu marga katak (Sumaterana) dan dua spesies baru (S. montana, S. dabulescens), serta dua kandidat spesies (marga Huia) berhasil ditemukan melalui penelitian ini. Selain itu, pola penyebaran spesies katak marga Huia dan Sumaterana diperkirakan tidak dipengaruhi oleh keberadaan DAS purba karena nenek moyang kedua marga katak tersebut muncul lebih awal (25-27 juta tahun yang lalu) dibandingkan DAS purba tersebut (dua juta tahun yang lalu). Lebih menarik lagi, hasil penelitian Umilaela menunjukan bahwa penyebaran kedua marga katak tersebut mungkin dapat dibagi menjadi dua, yaitu di bagian utara dan bagian selatan pulau Sumatra. Dengan mempelajari keanekaragaman spesies dan pola penyebarannya, maka hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat untuk mendesain sebuah metode konservasi yang tepat untuk spesies tersebut.

Selepas ujian yang cukup menegangkan, semua orang berkumpul di depan pintu untuk mendengarkan pengumuman resmi dari hasil ujiannya. Umilaela dinyatakan predikat Magna Cum Laude (sangat baik). Profesor pembimbing dari Umilaela kemudian menganugerahkan sebuah topi wisuda yang sangat unik yang menceritakan perjalanan Umilaela selama penelitian mencari katak Sumatra. Topi wisuda ditempeli dengan foto-foto Umilaela. Misalnya ketika menyeberangi sungai dengan perahu, atau ketika sedang berjalan dengan tas penuh katak. „Di tas kantong putih foto ini isinya katak“, jawab Umilaela ketika ditanya seorang teman. Ada seratus lebih jenis katak yang dikumpulkan Umilaela untuk diteliti sepanjang perairan Sumatra, yang pada akhirnya menemukan tiga jenis katak yang berbeda dan unik. Tiga jenis katak ini pada fase berudunya memiliki bentuk perut yang membantu menempel pada bebatuan sehingga tidak hanyut terbawa arus sungai yang deras tempat mereka hidup.

Selepas upacara penyerahan topi sarjana, para rekan mahasiswa dari berbagai negara dan profesor penguji, beserta teman-teman Indonesia yang hadir dipersilakan menyantap hidangan nasi kuning dan sebuah tumpeng. Sebelum upacara pemotongan tumpeng, Umilaela terlebih dahulu menjelaskan makna tumpeng dalam budaya tradisi Jawa. Tumpeng adalah simbol kesuburan dan kehidupan yang harmonis, ucap Umilaela.  Melambangkan kehidupan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa. Bentuk kerucut dari Nasi Kuning melambangkan gunung sebagai tempat Yang Maha Kuasa berada, sedangkan unsur di bawahnya, seperti urab toge, tempe, telur, ayam, dll. melambangkan kesuburan dan kehidupan yang selaras. Umilaela memotong tumpeng dan memberikannya kepada para profesor yang telah mengujinya itu sebagai simbol untuk berbagi kebahagiaan karena sudah berhasil melewati ujian disertasi dengan sukses. Semua yang datang terlihat begitu menikmati hidangan Nasi Kuning dan makanan kecil Indonesia lainnya.

Segenap pengurus dan anggota IASI – Jerman dengan ini mengucapkan Selamat untuk Dr. rer. nat. Umilaela Arifin atas keberhasilan disertasinya dan juga atas diperolehnya tiga tahun Postdoc Marie Curie EU Fellowship!!!

 

„I would kiss a frog even if there was no promise of a Prince Charming popping out of fit. I love frogs“  – (Cameron Diaz)

Tinggalkan Balasan