Mahasiswa Student Exchange FIB Ikuti Program Ekskursi ke Berlin

Mahasiswa Student Exchange FIB Ikuti Program Ekskursi ke Berlin

Oleh: Kukuh Yudha Karnata (Guest Lecturer, Uni Airlangga – Surabaya), Sumber: http://fib.unair.ac.id/Eng/2018/11/23/mahasiswa-student-exchange-fib-ikuti-program-ekskursi-ke-berlin/

Cindy Belinda (jilbab merah), bersama direktur Watchindonesia, Pipit Kartawidajaja (baju hitam), dan rombongan dari University Hamburg.

Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Cindy Belinda, yang kini mengikuti program student exchange di University Hamburg, aktif mengikuti Konferensi Law and Justice: Indonesia 20 Years after Reformasi yang diadakan WatchIndonesia 9-11 November 2018. Konferensi itu diikuti para intelektual dan aktivis dari Indonesia dan Eropa. Membahas beragam topik dan isu-isu aktual dari hak asasi manusia hingga konflik agraria, lima belas mahasiswa tingkat sarjana dan magister dari Languages and Cultures of Southeast Asia University Hamburg ikut berpartisipasi aktif.

Reformasi 1998 tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia. Semangat zaman para mahasiswa di Indonesia saat itu bersatu dengan satu tujuan bersama yakni menurunkan rezim pemerintah Suharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun dan berharap kondisi Indonesia membaik di masa yang selanjutnya.

“Bagi kami yang sudah cukup dewasa, Reformasi Mei sangat membekas dalam ingatan. Namun bagi mahasiswa yang saat itu sebagian besar belum lahir, apakah mereka juga memahami kondisi batin mahasiswa Indonesia saat itu? Inilah tujuan kami ekskursi ke Berlin,” ujar Yanti, Koordinator ekskursi sekaligus pengajar Bahasa Indonesia di Asien African Institute University of Hamburg. Perempuan kelahiran Tasikmalaya, Indonesia ini lantas berusaha memberikan ‘warna’ dalam kuliah Bahasa yang diampunya. Tidak sekadar belajar tata bahasa, Yanti juga ingin memberi dimensi wawasan sejarah dalam materi yang diajarkannya.

“Mahasiswa saya beri tugas untuk membuat poster tentang bagaimana reformasi Indonesia saat itu, sesuai dengan paparan yang diberikan oleh pembicara,” lanjutnya.

Ide Yanti lantas ditanggapi dengan antusias oleh mahasiswanya. Tidak hanya mahasiswa sarjana, melainkan juga mahasiswa magister, ingin turut serta dalam program ekskursi selama tiga hari itu. Total terdapat lima belas mahasiswa, termasuk mahasiswa program student exchange dari Magister Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Cindy Belinda.

Konferensi yang digelar di Berlin Global Village itu menghadirkan sejumlah pembicara yang sangat kompeten di topiknya masing-masing. Dede Utomo, aktivis GAYa Nusantara dan pengajar di Universitas Airlangga memaparkan Persecution of Sexual Minorities in The Media; Ratna Saptari yang mengajar di Leiden University dalam paparannya berjudul Persecution through Denial of Citizenship: Indonesians in Forced Exile Post-1965; Yunantyo Adi S, aktivis dan jurnalis dari Semarang memaparkan pengalamannya saat menelusuri dan menandai kuburan massal korban persekusi tragedi 1965 dalam paparannya berjudul Identity conflicts in Semarang and its transformation.

Ragil, mahasiswa University Hamburg, ikut berbagi pengalamannya saat aktif dengan beberapa komunitas LGBT di Yogyakarta, dan meminta saran pada Dede Utomo tentang strategi agar komunitas LGBT bisa tetap eksis meski masih banyak tantangan dan tentangan dari kelompok masyarakat tertentu.

Beberapa pembicara dari Jerman juga turut serta di antaranya Irina Grimm, yang memaparkan tema serupa yakni Indonesian Student in Republic Federal Germany 1965-1998: Between Repression and Opposition; Willem van der Muur memaparkan Land conflicts and the indigenous movement in Indonesia: from resistance to rights?; Gero Simone, peneliti dari Universitas Bonn, memaparkan Mass Violence in Indonesia 1965 – 1966 and Transitional Justice Since 1998; Eku Wand, profesor bidang media di Braunschweig University of Art memaparkan Transparency and trust is the currency of social interaction — #SaveBangkaIsland Supportive successful impact of a social media campaign in the fight for justice in North Sulawesi.

Di sesi plenary seusai diskusi bersama seluruh peserta konferensi, Feri, mahasiswa dari University Hamburg didaulat untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Feri menjelaskan bahwa freedom of speech dan penggunaan media internet merupakan salah satu capaian positif dalam 20 tahun Reformasi 1998.

“Meski demikian, memang masih ada beberapa hal seperti bullying, persekusi, dan lainnya, yang terjadi,” ujar mahasiswa asal Jakarta tersebut.

Pipit Kartawidjaja, senior aktivis Indonesia di Berlin sekaligus tokoh di WatchIndonesia mengapresiasi rombongan dari University Hamburg. “Wah, kami tidak menyangka akan sebanyak itu yang datang. Mereka sangat aktif dan baguslah untuk menambah wawasan mereka,” ujar Pak Pipit.

Tinggalkan Balasan